Wednesday, September 3, 2008

SERTIFIKASI UNTUK PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN

SERTIFIKASI GURU: UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENDIDIKAN BERMUTU

I. PENDAHULUAN
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan guru adalah pendidik profesional. Untuk itu, guru dipersyaratkan memiliki kualifikasi akademik minimal Sarjana atau Diploma IV (S1/D-IV) yang relevan dan menguasai kompetensi sebagai agen pembelajaran.
Pemenuhan persyaratan kualifikasi akademik minimal S1/D-IV dibuktikan dengan ijazah dan pemenuhan persyaratan relevansi mengacu pada jejang pendidikan yang dimiliki dan mata pelajaran yang dibina. Misalnya, guru SD dipersyaratkan lulusan S1/D-IV Jurusan/Program Studi PGSD/Psikologi/Pendidikan lainnya, sedangkan guru Matematika di SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dipersyaratkan lulusan S1/DIV Jurusan/Program Pendidikan Matematika atau Program Studi Matematika yang memiliki Akta IV. Pemenuhan persyaratan penguasaan kompetensi sebagai agen pembelajaran yang meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional dibuktikan dengan sertifikat pendidik yang diperoleh melalui sertifikasi.
Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru yang
telah memenuhi persyaratan. Sertifikasi guru bertujuan untuk (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik profesional, (2) meningkatkan proses dan hasil pembelajaran, (3) meningkatkan kesejahteraan guru, (4) meningkatkan martabat guru; dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu.
Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera (Jalal, 2007:1). Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang maju, modern, dan sejahtera yang tidak memiliki sistem dan praktik pendidikan yang bermutu. Di lain pihak, pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat. Sebagaimana yang telah diterapkan di negara lain seperti Singapore, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat, pemerintah Indonesia juga melakukan intervensi langsung terhadap peningkatan mutu pendidikan dan tenaga kependidikan melalui UU.no 14 tahun 2005, yang lebih dikenal dengan UU Guru dan Dosen, dalam bentuk sertifikasi guru. Selain itu yang menjadi landasan hukum dari program ini adalah:
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem PendidikanNasional.
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasiona lPendidikan.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2005 tentang Standar Kualifikasi dan Kompetensi Pendidik.
5. Fatwa/Pendapat Hukum Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. I.UM.01.02-253.
6. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan.
7. Peraturan Mendiknas Nomor 40 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan melalui Jalur Pendidikan.
8. Keputusan Mendiknas Nomor 056/O/2007 tentang Pembentukan Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG).
9. Keputusan Mendiknas Nomor 057/O/2007 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Penyelenggara Sertifikasi Guru dalam Jabatan.
Sertifikasi profesi ini, menuntut guru untuk : a. memiliki kualifikasi akademik berupa ijazah S1 atau D4 dengan jurusan yang sesuai dengan tugasnya. b. memiliki kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan untuk mengelola pembelajaran, sementara kompetensi kepribadian adalah kemampuan untuk menjadi teladan. Kompetensi profesional merupakan penguasaan guru terhadap bidang yang diajarkan dan yang terakhir, kompetensi sosial, adalah kemampuan untuk bersosialisasi dengan sesama guru, siswa, dan wali siswa.
Untuk mendapatkan sertifikasi, seorang guru harus menjalani uji sertifikasi guna menetapkan standard profesional yang bersangkutan. Menurut Jalal ( 2007:3) ada dua macam uji sertifikasi :
a. Sebagai bagian dari pendidikan profesi, bagi mereka calon pendidik
b. Berdiri sendiri untuk mereka yang saat diundangkannya UUGD sudah berstatus pendidik.






Maksud dari berdiri sendiri pada butir b diatas adalah sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang mendeskripsikan:
1. kualifikasi akademik;
2. pendidikan dan pelatihan;
3. pengalaman mengajar;
4. perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran;
5. penilaian dari atasan dan pengawas;
6. prestasi akademik;
7. karya pengembangan profesi;
8. keikutsertaan dalam forum ilmiah;
9. pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan
10. penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan mendapat sertifikat profesi pendidik yang selanjutnya berhak untuk mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok (UU no. 14 tahun 2005 pasal 16).
II. PERMASALAHAN

Program sertifikasi seharusnya merupakan peluang bagi guru untuk memperbaiki kesejahteraan dan identitas profesinya, namun sayangnya pada kenyataannya banyak kendala yang masih harus diselesaikan. Secara statistik nasional misalnya berdasarkan data balitbang 2005 tentang kualifikasi akademis guru adalah sebagai berikut:










Jumlah guru TK sebanyak 149.644 orang dengan jenjang pendidikan D1 sebanyak 70, 09%, D2 21, 45%,D3 O%, S1 8,40%, S2 0,07%. Sementara itu, pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar dari total guru yang berjumlah 1.256.246 yang berpendidikan D1 atau kurang dari itu sebanyak 44, 28%, D2 sebanyak 43,69 persen sedangkan yang berpendidikan D3 sebanyak 3, 01%, yang berpendidikan S1 hanya sebesar 8,94%, selebihnya yang berpendidikan S2 hanya berjumlah 0,07%. Di lain pihak, guru SMP yang berjumlah 490.307 yang berpendidikan SMU dan D1 sebanyak 6,73 %, yang berpendidikan D2 17,94%, sementara yang berpendidikan D3 23,42%, yang berpendidikan S1 51,31%, dan yang berpendidikan S2 0,60%. Untuk jenjang SMU total guru SMU adalah 238.034 yang berpendidikan SLTA sampai D1 0,95%, D2 2,94 ; D3 23,95; S1 71,03; S2 0,33. Sedangkan dari jumlah total guru SMK 168.031 yang berpendidikan SMA-D1 sebanyak 3,54%, D2 1,82%; D3 29, 95%; S1 64, 29%; S2 0,40%. Lebih dari itu dari jumlah 7.963 guru SLB 54,63 diantaranya berpendidikan SMA-D1, yang berpendidikan D2 0,0 %; D3 4, 96%; dan S1 sebanyak 39,96%; S2 0, 45 %. Jadi, dari data seperti bisa kita ketahui bahwa jumlah guru yang belum berkualifikasi S1 adalah sebanyak 60%.
Selain itu, permasalahan yang dihadapi guru untuk mendapatkan sertifikasi profesinya adalah masalah kompetensi guru. Berdasarkan data dari direktorat kependidikan tahun 2004 tenaga kependidikan mengenai tingkat kompetensi guru yang diperoleh dari hasil tes kompetensi di semua jenjang pendidikan mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMA, sesuai dengan bidang studinya menunjukkan bahwa sebagian besar guru masih kurang berkompeten untuk menjalankan aktifitas belajar mengajar. Data lebih detail mengenai hal ini bisa kita lihat dalam tabel dibawah ini:
No
Mata Uji
Jumlah Soal
Rerata
Standar Deviasi
Rendah
Tinggi
1.
Tes Umum Guru TK/SD
90
34.26
6.56
5
67
2.
Tes Umum Guru Lainnya
90
40.15
7.29
6
67
3.
Tes Bakat Skolastik
60
30.20
7.40
3
58
4.
Guru Kelas TK
80
41.95
8.62
8
66
5.
Guru Kelas SD
100
37.82
8.01
5
77
6.
Penjaskes SD
40
21.88
5.56
8
36
7.
PPKn
40
23.38
4.82
3
39
8.
Sejarah
40
16.69
4.39
3
30
9.
Bahasa Indonesia
40
20.56
5.18
2
36
10
Bahasa Inggris
40
23.37
7.13
1
39
11
Penjaskes SMP/SMA/SMK
40
13.90
5.86
2
29
12
Matematika
40
14.34
4.66
2
36
13
Fisika
40
13.24
5.86
1
38
14
Biologi
40
19.00
4.58
5
39
15
Kimia
40
22.33
4.91
8
38
16
Ekonomi
40
12.63
4.14
1
33
17
Sosiologi
40
19.09
4.93
1
30
18
Geografi
40
19.43
4.88
3
34
19
Pendidikan Seni
40
18.44
4.50
2
31
20
PLB
40
18.38
4.43
2
29






























Selain permasalahan diatas, guru juga mengalami kesulitan mendapatkan sertifikasi profesinya karena mengajar bidang studi yang tidak sesuai dengan kompetensi dan kualifikasi akademisnya.

III. RANGKUMAN PERMASALAHAN

Dari permasalahan tersebut diatas bisa dirumuskan/dirangkum sebagai berikut:
a. Bagaimana meningkatkan kualifikasi guru agar dapat meningkatkan mutu
pendidikan sehingga guru bisa tersertifikasi?
b. Bagaimana meningkatkan kompetensi guru agar dapat meningkatkan mutu
pendidikan sehingga tersertifikasi?

IV. GAGASAN PEMECAHAN MASALAH
Kalau kita cermati permasalah pada point a diatas maka variable yang terkandung di dalamnya hanya ada satu, yaitu jenjang pendidikan guru yang harus S1 atau sarjana sebagaimana yang diamanatkan UU no. 14 tahun 2005 pasal 9 tentang kualifikasi akademis. Pada sisi lain kompetensi guru pada point b diatas jika dihubungkan dengan komponen portofolio dalam uji kompetensi mengandung 9 variable, yaitu: pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar,perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran; penilaian dari atasan dan pengawas; prestasi akademik; karya pengembangan profesi; keikutsertaan dalam forum ilmiah; pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial; dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan. Dengan demikian, maka pemecahan dari rumusan masalah diatas harus bertumpu pada 10 komponen portofolio sehingga kelihatan unsur-unsur pendukung dan pengurai masalah dari kendala kualifikasi dan kompetensi guru untuk mendapatkan sertifikasi profesinya.
Masalah dari Ke-10 komponen portofolio tersebut bisa kita bahas dan diskusikan sebagaimana berikut ini:
1. Peningkatan Kualifikasi Akademik
Sebagaimana diketahui bersama, kesejahteraan guru belum dapat dikatakan cukup karena terbukti seseorang yang berprofesi guru tidak jarang harus mencari tambahan penghasilan diluar profesinya untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, sangat bisa dipahami jika dari sekitar 2,6 juta orang guru yang masih berpendidikan DIII kebawah masih sekitar 60 persen (Sujanto:2006) . Pada titik inilah, peran pemerintah-- baik pusat, provinsi atau daerah-- untuk memberikan beasiswa program penyetaraan/D4 atau S1 menjadi penting.
Langkah nyata peningkatan kualifikasi akademis ini adalah program pemerintah seperti yang telah dilaksanakan di Provinsi Riau dan Kabupaten Pariaman. Di provinsi tersebut telah dikucurkan dana 3 Miliar untuk menyekolahkan 2.000 orang Guru SD. Perkuliahan dilaksanakan oleh Universitas Terbuka yang bekerjasama dengan UNRI dengan Metode Unit Belajar Jarak Jauh. Dengan cara ini, guru yang bersangkutan tetap mampu mengikuti perkuliahan tanpa harus meninggalkan sekolah. Sementara itu di tempat lain, dengan mengalokasikan 50 persen APBD untuk pendidikan, Kabupaten Pariaman meningkatkan kualifikasi 160 orang guru SD yang berpendidikan D1 ke Jenjang S1.
Jadi peningkatan kualifikasi akademis guru bisa ditempuh melalui pemberian beasiswa kepada guru yang berkualifikasi sarjana sebagaimana yang dituntut oleh amanat UU no. 14 tahun 2005 guna mendapatkan sertifikasi profesi.
2. Pendidikan dan Pelatihan
Peningkatan kemampuan dan kesiapan guru dalam menghadapi tuntutan perubahan, baik perubahan yang sifatnya kebijakan stuktural seperti perubahan kurikulum ataupun perubahan yang sifatnya adaptasi dari permasalahan di lapangan semisal tuntutan program daerah dalam penyusunan muatan lokal memerlukan diadakannya pendidikan dan pelatihan.
Kegiatan pendidikan dan pelatihan guru (diklat guru) untuk meningkatkan kemampuan guru dalam menjalankan profesinya seorang pendidik bisa dilaksanakan tidak hanya oleh instansi dinas pendidikan saja tetapi juga dilaksanakan oleh berbagai lembaga profesi ataupun organisasi masyarakat, seperti jurnalis, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), ataupun lembaga-lembaga pendidikan tinggi seperti Perguruan Tinggi.
Meskipun demikian, tidak semua pelatihan bisa mendapatkan nilai angka kredit. Berdasarkan Keputusan Mendikbud RI No. 025/O/1995 tentang Petunjuk teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya Pendidikan dan Pelatihan maupun Pelatihan Kedinasan dan memperoleh Surat Tanda Tamat Pendidikan dan Pelatihan atau yang dikenal STTPL Diklat yang dianggap sesuai menurut keputusan mendikbud ini adalah jika berkenaan dengan :
· Mata pelajaran/praktik bimbingan dan konseling yang menjadi tugas guru yang bersangkutan
· Metodologi pengajaran
· Salah satu atau lebih kegiatan dalam proses belajar mengajar bimbingan dari menyusun program sampai dengan program perbaikan danpengayaan, atau tindak lanjut bimbingan dan konseling, sedang khusus guru kelas sampai dengan melaksanakan bimbingan dan konseling untuk kelas yang menjadi tanggungjawabnya. Misal: pentaran tentang cara menususn satuan pelajaran, membuata soal/evaluasi belajar dan yang sejenis.
· Sekurang-kurangnya 60% dari bahan kajianyang diberikan pada penataran/latihan memiliki kesesuaian dengan bidang tugasnya.
Selanjutnya guru yang bersangkutan akan mendapatkan angka kredit berdasarkan sertifikat yang diperolehnya. Sementara itu, sertifikat itu akan diakui keabsahannya jika memuat:
· Materi kajian yang diberikan atau judul latihan yang mewakili materi yang sesuai
· Jangka waktu pelaksanaan, tanggal, hari , atau jumlah jam latihan
· Penyelenggaraanya harus jelas dan apabila diselenggarakan oleh swasta harus yang telah melembaga atau telah diakui departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Jika hal ini dilaksanakan, tentu saja selain mutu dan kualitas guru akan mengalami perubahan seiring dengan diakuinya dokumen pendidikan dan pelatihan dalam bentuk nilai angka kredit yang nantinya akan digunakan guru untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui uji sertifikasi.

3. Pengalaman Mengajar
Bukti fisik yang dapat dijadikan dasar penilaian menurut Keputusan Mendikbud RI No. 025/O/1995 tentang Petunjuk teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya adalah ‘surat pernyataan dari kepala sekolah’ bahwa yang bersangkutan melakukan kegitan proses belajar mengajar atau Praktik yang dilampiri dengan Surat Keputusan Sekolah mengenai pembagian tugas guru yang diberikan setiap tahun. Secara Rinci, kinerja guru itu juga mencakup:
· menyusun program pengajaran atau praktik
· menyajikan program pengajaran atau praktik
· mengevaluasi hasil belajar atau praktik
· menganalisis hasil evaluasi belajar atau praktik
· menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengayaan
· menyusun dan melaksanakan program bimbingan dan konseling kelas yang menjadi tanggungjawabnya.
· Membimbing siswa dalam kegiatan ekstra kurikuler
· Membimbing guru dalam proses belajar mengajar atau praktik
Dengan demikian bisa dipahami bahwa salah satu kriteria penetapan peserta uji sertifikasi guru dalam jabatan oleh sekolah adalah didasarkan pada masa kerja atau pengalaman mengajar adalah berarti lamanya guru berprofesi menjadi guru. Sehingga, dengan demikian muncul masalah yang berhubungan dengan senioritas. Guru senior yang telah uzur akan mendapatkan kesempatan lebih dibandingkan dengan guru muda yang trampil dan berbakat.
Untuk mengatasi masalah ini, dibuka jalur sertifikasi prestasi yang merupakan jalan tengah dari dua jalur sertifikasi. Sebagaimana dijelaskan diatas jalur prestasi sebenarnya ada dua jalur yaitu jalur portofolio dan jalur pendidikan profesi sebelum seseorang menjadi guru. Jalur sertifikasi profesi adalah masuk ke dalam sertifikasi dalam jabatan dimana seorang guru akan dipilih, berdasarkan prestasinya bukan berdasarkan lama mengajar, untuk menjalani pendidikan selama 2 semester atau 1 tahun untuk kemudian mendapatkan sertifikasi profesi jika berhasil lulus dari pendidikan profesi ini. Jalur sertifikasi profesi berbasis prestasi ini didasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional no. 40 tahun 2007 tentang sertifikasi guru dalam jabatan melalui jalur Pendidikan.
4. Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
Perencanaan dalam setiap kegiatan pembelajaran merupakan suatu kegiatan utama sebelum seorang guru melaksanakan pembelajatan. Kegiatan perencanaan ini difungsikan sebagai bentuk kesiapan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran di kelas. Langkah yang bisa diupayakan untuk mengkondisikan hal ini adalah dengan mengaktifkan MGMP sekolah maupun MGMP Guru se kecamatan. Selain itu Kepala sekolah perlu untuk untuk menjalankan fungsinya sebagai supervisor yang bertugas untuk memberikan supervisi pada kesiapan perangkat mengajar guru yang didalamnya berisi perencanaan pembelajaran dan journal pembelajaran.
Dengan demikian guru bisa mendapatkan kredit point dari dokumentasi perangkat mengajarnya karena didalamnya terdapat perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran.

5. Penilaian Dari Atasan dan Pengawas
Penilaian atas kinerja guru dilakukan secara berkala setiap 1 tahun sekali yang dilakukan oleh kepala sekolah dalam bentuk DP3. Selama ini dalam hal penerimaan DP3 seorang guru tidak dijumpai ada kendala, kecuali dalam hal yang sangat khusus seperti adanya pelanggaran kode etik dari seorang guru. Maka hal itu akan memberikan nilai buruk bagi guru yang bersangkutan. Sehingga ini akan menyulitkan di dalam seleksi sertifikasi guru tersebut.
Untuk mengatasi masalah seperti ini, perlu diadakan pendekatan kekeluargaan di lingkungan guru dan karyawan. Hal itu bisa dilakukan dengan cara mengadakan arisan keluarga atau wisata bersama. Jika rasa kekeluargaan ini terbangun maka potensi masalah dan konflik yang dihadapi guru dan kepala sekolah bisa diminimalisir dan diselesaikan. Dengan demikian hal ini tidak berlanjut pada DP3 guru yang bersangkutan yang berakibat tidak lolosnya guru dalam uji sertifikasi.
6. Prestasi Akademik;
Prestasi akademik merupakan prestasi guru dibidang akademik termasuk didalamnya mengikuti lomba-lomba guru berprestasi baik ditingkat nasional maupun internasional, menemukan karya-karya monumental, pembimbingan teman sejawat/siswa seperti sebagai instruktur, guru inti atau tutor atau pemandu, dan pembimbingan siswa sampai ke tingkat nasional atau internasional.
Kendala yang dijumpai dalam kaitannya dengan kegiatan sertifikasi guru adalah :
1. Rendahnya etos kerja guru dalam upaya peningkatan prestasi diri seperti :
a. Minimnya minat guru dalam mengikuti lomba-lomba tingkat nasional atau internasional
b. Minimnya kegiatan guru dalam melakukan riset-riset atau penelitian.
2. Kurangnya kesempatan guru muda untuk menjadi guru pembimbing siswa dalam menyiapkan lomba-lomba tingkat nasional atau internasional. Prinsip senioritas masih dijalankan dalam menentukan kebijakan kepala sekolah dalam menunjuk guru pembimbing siswa berprestasi.

Dari permasalahan-permasalahan diatas maka sebagai solusi dalam hal prestasi akademik adalah
1. Harus ada upaya pemerintah dalam menumbuhkan minat guru dalam mengikuti lomba-lomba guru berprestasi, seperti adanya reward/ hadiah yang membagakan bagi guru-guru yang berprestasi seperti percepatan kenaikan pangkat/golongan, peningkatan insentif gaji yang signifikan dan lain-lain
2. Adanya pembimbingan guru untuk melakukan riset-riset dan adanya kesempatan untuk melakukan kegiatan tersebut seperti memberikan dispensasi dengan pengurangan jam mengajar bagi guru yang akan melakukan riset.
3. Penunjukan guru pembimbing siswa berprestasi hendaknya tidak didasarkan atas senioritas, tetapi ditunjuk dalam bentuk tim guru bidang studi, sehingga semua guru memperoleh pengalaman dalam membimbing siswa berprestasi.
7. Karya Pengembangan Profesi
Karya pengembangan profesi menurut Sulipan (2007) meliputi kegiatan berikut ini:
a. Melakukan kegiatan karya tulis/karya ilmiah (KTI) di bidang pendidikan;
b. Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;
c. Menciptakan karya seni;
d. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;
e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Langkah nyata yang bisa dilakukan dari karya pengembangan profesi ini bisa dijabarkan sebagaimana berikut:
a. Melakukan kegiatan karya tulis ilmiah (KTI) di bidang pendidikan
Langkah nyata yang perlu dilakukan dalam mendukung guru untuk membuat dan menyelesaikan karya tulis ilmiah terutama yang berbasis Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berdampak pada kinerja guru dikelas menurut Suhardjono (2006:1) ada dua hal yaitu: (a) mensosialisasikan informasi dan melakukan pelatihan ketrampilan yang benar tentang peran dan cara pembuatan KTI untuk menunjang pengembangan profesinya, dan (b) pemberian fasilitas dan penciptaan kondisi kondusif agar para guru mempunyai motivasi positif untuk meningkatkan profesionalismenya. Yang mana kedua hal ini seharusnya tidak hanya diperhatikan oleh Diknas saja melainkan juga pemerintah daerah.
Sosialisasi informasi tentang KTI bisa di lakukan dengan membentuk Forum Ilmiah Pendidik (FIP) yang strukturnya berisi guru-guru yang berpengalaman dan telah terlatih, tentunya oleh PMPTK, yang kemudian mengundang dan mengadakan workshop dan konsultasi KTI khususnya yang berbentuk PTK di tiap kabupaten. Proses konsultasi ini selain melalui FIP, sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun 2007 lalu, juga bisa dilakukan melalui internet yang dipandu oleh para ahli. Sehingga, guru bisa mendapatkan ’pencerahan’ akan masalah yang timbul dari kelas yang pada gilirannya bisa bermanfaat bagi pendidik itu sendiri, siswa dan sekolah yang bersangkutan.
Sementara itu, langkah nyata dalam pemberian fasilitas dan penciptaan kondisi kondusif agar para guru mempunyai motivasi positif untuk meningkatkan profesionalismenya adalah dengan pemberian block grant penelitian dan pengadaan lomba PTK di tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional dengan memanfaatkan moment Hardiknas atau Harkitnas. Selain itu, sekolah juga harus memberikan iklim yang kondusif dengan saling mendukung dan menyemangati rekan sejawat, bukan malah sebaliknya. Dalam hal ini peran kepala sekolah sebagai manager dan supervisor, serta leader diperlukan.
b. Membuat alat pelajaran/alat peraga atau alat bimbingan;
Sekolah memotivasi para guru dengan memberikan dan mendanai kegiatan guru dalam membuat alat peraga atau alat bimbingan dengan dana pengembangan mutu yang ada di tiap sekolah serta memberinya imbalan yang pantas. Hal ini dimungkinkan mengingat kepala sekolah juga harus memfungsikan dirinya sebagai entrepeneur (Sudrajat, 2008).
c. Menciptakan karya seni;
Komunitas seni terutama karya tulis pemula seperti Forum Lingkar Pena sangat sesuai jika dikolaborasikan dengan para guru dan organisasi guru, sehingga menghasilkan karya seni dengan nuansa humanis-edukatif yang kemanfaatannya akan bisa dirasakan masyarakat luas. Jadi, langkah nyata yang dapat dilakukan untuk memotivasi guru untuk menciptakan karya seni adalah dengan melibatkannya dalam komunitas seni.
d. Menemukan teknologi tepat guna di bidang pendidikan;
Untuk mendorong guru menemukan dan membuat teknologi tepat guna bisa dilakukan langkah sebagaimana pada point b diatas.
e. Mengikuti kegiatan pengembangan kurikulum.
Agar guru mengikti kegiatan pengembangan kurikulum, kepala sekolah perlu untuk menugaskan guru untuk mengikuti workshop, seminar, atau pelatihan yang dilakukan oleh pihak pemerintah atau LPTK. Dengan langkah ini maka kegiatan guru akan terdokumentasikan dalam bentuk sertifikat pengembangan kurikulum.
8. Keikutsertaan dalam forum ilmiah;
Keikutsertaan dalam forum ilmiah yaitu partisipasi dalam kegiatan ilmiah, seperti: Seminar, Workshop, Lokakarya yang relevan dengan bidang tugasnya pada tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, nasional, atau internasional, baik sebagai nara sumber pemakalah maupun sebagai peserta. Bukti fisik yang dilampirkan berupa makalah dan sertifikat/piagam bagi nara sumber, dan sertifikat/piagam bagi peserta.

Permasalahan
1. Terbatasnya anggaran pendidikan untuk kegiatan ilmiah yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sehingga jumlah guru yang dapat mengikuti kegitan ini sangat sedikit, kalaupun itu ada yang akan ditugaskan oleh dinas atau sekolah setempat adalah guru yang dikenal dan mudah dihubungi sehinggaterjadi ketidakmerataan kesempatan.
2. Terbatasnya jumlah peserta yang memiliki bukti fisik berupa piagam atau sertifikat keikut sertaan dalam forum ilmiah menyebabkan ketika seorang oknum guru masuk menjadi peserta sertifikasi melakukan tindak pemalsuan bukti fisik denngan foto copy atau scaner



Alternatif Pemecahan
1. Kegiatan ilmiah yang relevan dengan pendidikan untuk peningkatan mutu guru dapat dilakukan oleh lembaga kependidikan di luar kedinasan seperti; Yayasan, Konsorsium, LSM Pendidikan untuk menjaga kredibilitas penyelenggaraan forum ilmiah tersebut hendaknya memperoleh rekomendasi dari LPMP atau dari Dinas Pendidikan setempat tetapi hendaknya hal itu tidak justru menyulitkan penyelenggaraan dan menjadi sumber korupsi
2. Pengajuan bukti fisik pengajuan sertifikasi guru dalam bentuk porto folio hendaknya tidak sekedar berupa foto copy tetapi hendaknya menyertakan aslinya,
9. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial
Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial yaitu pengalaman guru menjadi pengurus organisasi kependidikan dan sosial dan atau mendapat tugas tambahan. Pengurus organisasi di bidang kependidikan antara lain: pengurus PGRI, Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI), Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN), Ikatan Sarjana Manajemen Pendidikan Indoensia (ISMaPI), dan asosiasi profesi kependidikan lainnya. Pengurus organisasi sosial antara lain: ketua RT, ketua RW, ketua LMD/BPD, dan pembina kegiatan keagamaan. Mendapat tugas tambahan lain: kepala sekolah, wakil kepala sekolah, ketua jurusan, kepala lab, kepala bengkel, kepala studio. Bukti fisik yang dilampirkan adalah surat keputusan atau surat keterangan dari pihak yang berwenang.

Permasalahan
Peran guru di lingkungan masyarakat tempat tinggalnya, karena diaanggap masyarakat sebagai tokoh yang patut digugu dan ditiru, memiliki pengalaman dan entengan maka memiliki peran diberbagai bidang sosial mulai dari sebagai pengurus RT, Ta,mir masjid, pembina remaja, BPD, LPMD dll. Tetapi berbagai kegiatan tersebut sering tidak disertai bukti-bukti administrasi seperti Surat Keputusan atau bukti lain yang apalagi terdokumentasikan

Pemecahan:
Setiap peran sosial yang dilakukan guru hendaknya dapat diterbitkan surat keputusan atau surat ketarangan sesuai dengan peran sosial yang dilakukan disamping itu dari pihak guru sendiri hendaknya mendokumentasikan semua kegiatan sosial yang dilakukan di masyarakat.
10. Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan yaitu penghargaan yang diperoleh karena guru menunjukkan dedikasi yang baik dalam melaksanakan tugas dan memenuhi kriteria kuantitatif (lama waktu, hasil, lokasi/geografis), kualitatif (komitmen, etos kerja), dan relevansi (dalam bidang/rumpun bidang), baik pada tingkat kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional. Bukti fisik yang dilampirkan berupa fotokopi sertifikat, piagam, atau surat keterangan.

Permasalahan :
Guru selama ini dibuai dengan slogan: ”Pahlawan tanpa tanda jasa” sekalipun berbakti hingga akhir usia dengan penuh dedikasi tidak pernah ada yang memperperjuangkan untuk memperoleh penghargaan setya bakti, juga bagi guru yang memperjuang masyarakat untuk memperoleh hak pendidikan atau melayani pendidikan pendidikan anak di daerah terpencil sendiri bertahun-tahun tidak ada yang istimewa. Guru profesi mulia yang sering terabaikan

Penyelesaian
UU no 14 tahun 2005 mengatur pemberian penghargaan bagi guru, supaya obyketif dan diserahkan kepada orang yang layak hendaknya dibuat kisi-kisi kreteria penyerahan penghargaan dengan kategorinya, bukan saja ada perhatian yang secara psikologis memotivasi untuk lebih berdedikasi tetapi juga harus difikirkan bagaimana meningkatkan kesejahteraannya
V. SIMPULAN

Dari pembahasan di atas maka dapat di tarik beberapa kesimpulan antara lain :
1. Bahwa sertifikasi guru adalah harga mutlak untuk meningkatkan kompetensi guru
2. Namun dalam pelaksanaannya harus dilakukan pengawasan sehingga apa yang diinginkan dari program sertifikasi dapat tercapai dengan baik
3. Dengan sertifikasi yang baik maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan


DAFTAR PUSTAKA


1. Jalal Fasli Dr., Supriadi Dedi Prof. Dr. 2001. Reformasi Pendidikan Dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta : Adicita Karya Nusa.
2. Mandalika J. 1996 . Proses Perencanaan Pendidikan. Surabaya : LPM IKIP.
3. Pidarta Made Prof. Dr. 2004 . Manajemen Pendidikan Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
4. -----------. 2003. Rp. 3 M Untuk Peningkatan Kompetensi Guru. www.riau.go.id
5. Sujanto, Bedjo. 2006. Guru: Antara Harapan dan Kenyataan. www.suarapembaruan.com
6. ---------------. 2008. Pendidikan Gratis dan 50 Persen APBD Untuk Pendidikan. www.smu-net.com
7. Sulipan. 2007.Kegiatan Pengembangan Profesi Guru. www.ktiguru.org
8. Suhardjono. 2006. Pengembangan Profesi Guru dan Karya Tulis Ilmiah. www.ktiguru.org
9. Sudrajat, akhmad.2008. Kompetensi Guru dan Peran Kepala Sekolah. www.akhmadsudrajat.wordpress.com
10. ---------------, 2006. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan . Jakarta : Depag
11. ------------, 1995. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 025/O/1995 tentagn petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Krediktnya. Jakarta: Dikdasmen Depdikbud

No comments: